Jet Tempur Rafale Pesanan Indonesia Sudah Jadi Namun Malah Pembeliannya Disebut Kontroversial
TIMEMOMENTS.COM - Penampakan jet tempur Rafale pesanan Indonesia dari Prancis disebut sudah mulai terlihat.
Seperti dilaporkan sejumlah media, jet tempur tersebut memiliki warna khas Angkatan Udara Indoensia, dengan bendera merah putih di ekornya.
Pesawat tempur itu diketahui memiliki nomor seri T-0301 dengan logo Wing Angkatan Udara Ke-6 yang menunjukkan Skuadror Udara ke-12 Akan menjadi yang pertama mengoperasikan jet tempur tersebut.
Pembelian Rafale sendiri terjadi setelah Angkatan Udara Indonesia awalnya berencana untuk membeli Su-35 dari Rusia, namun gagal.
Pada 2018 silam, Indonesia menandatangani pembelian Su-35 dari Rusia, namun terancam dengan sanksi CAATSA oleh AS.
Sebelumnya, Rafale sempat bersaing dengan Su-30 Rusia untuk pesanan dari Aljazair, Kazakhstan, dan Ethiopia.
Namun, negara tersebut juga gagal mendapatkan kontrak dalam salah satu dari tiga kasus tersebut, dengan kerentanan negara-negara yang lebih rendah terhadap tekanan Barat dianggap sebagai faktor utama.
Indonesia pun kemudian menjatuhkan pilihan pada 42 jet tempur Rafale pada 10 Februari 2022.
Menurut Military Watch Magazine, 13 Agustus 2025 Indonesia memiliki jumlah ukuran armada yang kecil terdiri dari F-16 Amerika dan Su-27 serta Su-30 Rusia.
Namun, jumlah pesanan Indonesia untuk jet tempur Rafale terbilang cukup besar.
Dengan kata lain, ada kemungkinan Indonesia akan menggantikan seluruh skuadronnya dengan jet tempur Rafale sebagai kekuatan udara utamanya.
Namun, jika Su-27 dan Su-30 dipendiunkan hal ini membuat Indonesia tidak memiliki pesawat tempur jarak jauh untuk berpatroli di wilayahnya yang luas.
Pengadaan Rafale telah menghadapi kontroversi karena biaya yang cukup mahal di mana, tiap pesawat bernilai sekitar 193 juta dollar AS.
Terlebih dengan kemampuannya yang saat ini mulai diragukan dunia.
Selain jangkauan pesawat yang terbatas, ukuran radar yang kecil, dan performa penerbangan yang sangat minim.
Avionik Rafale juga dianggap jauh tertinggal dibandingkan pesawat tempur terbaru Tiongkok dan Amerika seperti F-18E/F, F-35, J-10C, dan J-20, meskipun diperoleh dengan biaya yang serupa.
Bahkan, Rafale tidak hanya gagal mendapatkan kontrak dari angkatan udara besar Eropa, yang secara konsisten lebih menyukai F-35 Amerika, tetapi juga secara konsisten dianggap lebih rendah daripada F-18E/F dalam tender-tender tersebut.
Kontroversi seputar kemampuan Rafale ini meningkat setelah penembakan jatuh antara satu dan empat jet Prancis yang diterjunkan oleh Angkatan Udara India.
Angkatan Udara Pakistan mengerahkan pesawat tempur J-10C untuk melawan mereka pada awal Mei 2025 lalu.
Kombinasi kapasitas terbatas dan biaya yang sangat tinggi pada Rafale telah memicu kritik yang signifikan terhadap keputusan Angkatan Udara Indonesia untuk berinvestasi begitu besar dalam pengadaan.
***
Seperti dilaporkan sejumlah media, jet tempur tersebut memiliki warna khas Angkatan Udara Indoensia, dengan bendera merah putih di ekornya.
Pesawat tempur itu diketahui memiliki nomor seri T-0301 dengan logo Wing Angkatan Udara Ke-6 yang menunjukkan Skuadror Udara ke-12 Akan menjadi yang pertama mengoperasikan jet tempur tersebut.
Pembelian Rafale sendiri terjadi setelah Angkatan Udara Indonesia awalnya berencana untuk membeli Su-35 dari Rusia, namun gagal.
Pada 2018 silam, Indonesia menandatangani pembelian Su-35 dari Rusia, namun terancam dengan sanksi CAATSA oleh AS.
Sebelumnya, Rafale sempat bersaing dengan Su-30 Rusia untuk pesanan dari Aljazair, Kazakhstan, dan Ethiopia.
Namun, negara tersebut juga gagal mendapatkan kontrak dalam salah satu dari tiga kasus tersebut, dengan kerentanan negara-negara yang lebih rendah terhadap tekanan Barat dianggap sebagai faktor utama.
Indonesia pun kemudian menjatuhkan pilihan pada 42 jet tempur Rafale pada 10 Februari 2022.
Menurut Military Watch Magazine, 13 Agustus 2025 Indonesia memiliki jumlah ukuran armada yang kecil terdiri dari F-16 Amerika dan Su-27 serta Su-30 Rusia.
Namun, jumlah pesanan Indonesia untuk jet tempur Rafale terbilang cukup besar.
Dengan kata lain, ada kemungkinan Indonesia akan menggantikan seluruh skuadronnya dengan jet tempur Rafale sebagai kekuatan udara utamanya.
Namun, jika Su-27 dan Su-30 dipendiunkan hal ini membuat Indonesia tidak memiliki pesawat tempur jarak jauh untuk berpatroli di wilayahnya yang luas.
Pengadaan Rafale telah menghadapi kontroversi karena biaya yang cukup mahal di mana, tiap pesawat bernilai sekitar 193 juta dollar AS.
Terlebih dengan kemampuannya yang saat ini mulai diragukan dunia.
Selain jangkauan pesawat yang terbatas, ukuran radar yang kecil, dan performa penerbangan yang sangat minim.
Avionik Rafale juga dianggap jauh tertinggal dibandingkan pesawat tempur terbaru Tiongkok dan Amerika seperti F-18E/F, F-35, J-10C, dan J-20, meskipun diperoleh dengan biaya yang serupa.
Bahkan, Rafale tidak hanya gagal mendapatkan kontrak dari angkatan udara besar Eropa, yang secara konsisten lebih menyukai F-35 Amerika, tetapi juga secara konsisten dianggap lebih rendah daripada F-18E/F dalam tender-tender tersebut.
Kontroversi seputar kemampuan Rafale ini meningkat setelah penembakan jatuh antara satu dan empat jet Prancis yang diterjunkan oleh Angkatan Udara India.
Angkatan Udara Pakistan mengerahkan pesawat tempur J-10C untuk melawan mereka pada awal Mei 2025 lalu.
Kombinasi kapasitas terbatas dan biaya yang sangat tinggi pada Rafale telah memicu kritik yang signifikan terhadap keputusan Angkatan Udara Indonesia untuk berinvestasi begitu besar dalam pengadaan.
***
Posting Komentar untuk " Jet Tempur Rafale Pesanan Indonesia Sudah Jadi Namun Malah Pembeliannya Disebut Kontroversial"