Brigade Kapal Selam ke-50, Satuan Tempur Uni Soviet di Operasi Jayawijaya Bantu ALRI Gempur Belanda di Irian Barat
TIMEMOMENTS.COM - Banyak masyarakat Indonesia yang masih belum tahu apa itu operasi Jayawijaya.
Operasi Jayawijaya merupakan wujud kesungguhan pemerintah Indonesia menggelorakan Trikora merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
"Pada tahun 1962, di puncak krisis, Uni Soviet menawarkan bantuan militer langsung namun terselubung kepada mitra strategis barunya.
Membentuk Brigade Kapal Selam Independen ke-50. Brigade tersebut kemudian dikerahkan kembali ke Bitung (Sulawesi Utara), untuk mendukung operasi Indonesia di Irian Barat," jelasnya.
Operasi Jayawijaya urung dilaksanakan karena pemerintah Belanda menerima surat dari Presiden AS John F Kennedy
agar menyerahkan Irian Barat ke Indonesia melalui PBB.*
Operasi Jayawijaya merupakan wujud kesungguhan pemerintah Indonesia menggelorakan Trikora merebut Irian Barat dari tangan Belanda.
Indonesia menilai Belanda sengaja tak mau menyerahkan Irian Barat kembali ke Indonesia dan ingin mendirikan negara di sana.
Padahal sesuai dengan kesepakatan di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag 2 November 1949 bahwa masalah Irian Barat (Papua Barat) akan dibahas setahun setelah konferensi.
Padahal sesuai dengan kesepakatan di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag 2 November 1949 bahwa masalah Irian Barat (Papua Barat) akan dibahas setahun setelah konferensi.
Baca Juga : Tipu Muslihat Rusia Ekspor Jet Tempur ke Indonesia Agar Jakarta Tak Kena Sanksi AS
Namun tak ada perihal lagi setelah ini bahkan Indonesia menyurati PBB agar masalah Irian Barat masuk agenda yang harus dibahas di Sidang Umum.
Tak adanya respon dari PBB membuat Indonesia menempuh jalan pedang.
Disiapkanlah operasi militer pembebasan Irian Barat dengan menggelorakan Tri Komando Rakyat alias Trikora pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta oleh Presiden Soekarno.
Kali ini kita akan menyoroti kenapa Soekarno berani menggelorakan Trikora dengan asumsi perang terbuka menghadapi anggota NATO yakni Belanda di Irian Barat.
Namun tak ada perihal lagi setelah ini bahkan Indonesia menyurati PBB agar masalah Irian Barat masuk agenda yang harus dibahas di Sidang Umum.
Tak adanya respon dari PBB membuat Indonesia menempuh jalan pedang.
Disiapkanlah operasi militer pembebasan Irian Barat dengan menggelorakan Tri Komando Rakyat alias Trikora pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta oleh Presiden Soekarno.
Kali ini kita akan menyoroti kenapa Soekarno berani menggelorakan Trikora dengan asumsi perang terbuka menghadapi anggota NATO yakni Belanda di Irian Barat.
Sebelum Trikora dikumandangkan, pemerintah Indonesia sudah melakukan persiapan matang.
Paling penting ialah membentuk Komando Mandala yang bermarkas di Ujung Pandang.
Soekarno menunjuk Mayjen Soeharto sebagai Panglima Mandala.
Tugasnya ialah mempersiapkan langkah-langkah taktis strategis guna mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi secepatnya.
Soeharto dan stafnya segera menyusun operasi Jayawijaya, sebuah serangan amfibi dan udara terbesar di Asia Tenggara yang akan dilakukan militer Indonesia.
Soeharto berpesan kepada Soekarno bahwa Komando Mandala membutuhkan banyak alutsista guna melaksanakan operasi ini.
Diutuslah Jenderal Abdul Haris Nasution oleh Soekarno bertolak ke Uni Soviet bernegosiasi pembelian senjata.
Singkat cerita Kremlin setuju memberikan kredit lunak jangka panjang kepada Indonesia.
Sejak itu secara berangsur Soviet mengirim senjata memperkuat militer Indonesia.
"Bantuan teknis-militer Soviet begitu substansial sehingga memungkinkan militer Indonesia mencapai
lompatan kualitatif dan kuantitatif yang signifikan dalam waktu kurang dari delapan tahun. Namun, hubungan pertahanan tersebut mungkin saja bisa lebih jauh dari ini. Pada awal tahun 1960an, kampanye Indonesia untuk membawa wilayah Irian Barat di bawah kendalinya telah memasuki fase baru yang lebih konfrontatif," beber Working Paper terbitan Australian National University berjudul 'Strategic Realignment or Deja vu? Russia-Indonesia Defence Cooperation in the Twenty-First Century' pada Desember 2008.
Tapi ada kendala teknis yang timbul terkait pembelian alutsista ini.
Yakni personel militer Indonesia kagok, sejak zaman Agresi Militer Belanda pasukan republik sangat sedikit yang bisa mengoperasikan alutsista canggih.
Apalagi ini alutsista serba canggih datang sangat banyak dalam waktu singkat.
Untuk mengatasi problem ini secara instan maka Uni Soviet mengirimkan penasehat militer serta personel aktifnya mengoperasikan alutsista yang sudah dijual ke Indonesia.
Sekaligus mengajari personel Indonesia mengoperasikan kapal perang, jet tempur, tank hingga kapal selam.
Saat operasi Jayawijaya hendak dilakukan pada 1962, armada Pasifik Soviet di Vladivostok membentuk satuan tempur khusus bernama Brigade Kapal Selam Independen ke-50.
Brigade ini berisi enam kapal selam Whiskey class yang diawaki pelaut Soviet untuk bertempur membantu ALRI melawan Belanda di Irian Barat.
Paling penting ialah membentuk Komando Mandala yang bermarkas di Ujung Pandang.
Soekarno menunjuk Mayjen Soeharto sebagai Panglima Mandala.
Tugasnya ialah mempersiapkan langkah-langkah taktis strategis guna mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi secepatnya.
Soeharto dan stafnya segera menyusun operasi Jayawijaya, sebuah serangan amfibi dan udara terbesar di Asia Tenggara yang akan dilakukan militer Indonesia.
Soeharto berpesan kepada Soekarno bahwa Komando Mandala membutuhkan banyak alutsista guna melaksanakan operasi ini.
Diutuslah Jenderal Abdul Haris Nasution oleh Soekarno bertolak ke Uni Soviet bernegosiasi pembelian senjata.
Singkat cerita Kremlin setuju memberikan kredit lunak jangka panjang kepada Indonesia.
Sejak itu secara berangsur Soviet mengirim senjata memperkuat militer Indonesia.
"Bantuan teknis-militer Soviet begitu substansial sehingga memungkinkan militer Indonesia mencapai
lompatan kualitatif dan kuantitatif yang signifikan dalam waktu kurang dari delapan tahun. Namun, hubungan pertahanan tersebut mungkin saja bisa lebih jauh dari ini. Pada awal tahun 1960an, kampanye Indonesia untuk membawa wilayah Irian Barat di bawah kendalinya telah memasuki fase baru yang lebih konfrontatif," beber Working Paper terbitan Australian National University berjudul 'Strategic Realignment or Deja vu? Russia-Indonesia Defence Cooperation in the Twenty-First Century' pada Desember 2008.
Tapi ada kendala teknis yang timbul terkait pembelian alutsista ini.
Yakni personel militer Indonesia kagok, sejak zaman Agresi Militer Belanda pasukan republik sangat sedikit yang bisa mengoperasikan alutsista canggih.
Apalagi ini alutsista serba canggih datang sangat banyak dalam waktu singkat.
Untuk mengatasi problem ini secara instan maka Uni Soviet mengirimkan penasehat militer serta personel aktifnya mengoperasikan alutsista yang sudah dijual ke Indonesia.
Sekaligus mengajari personel Indonesia mengoperasikan kapal perang, jet tempur, tank hingga kapal selam.
Saat operasi Jayawijaya hendak dilakukan pada 1962, armada Pasifik Soviet di Vladivostok membentuk satuan tempur khusus bernama Brigade Kapal Selam Independen ke-50.
Brigade ini berisi enam kapal selam Whiskey class yang diawaki pelaut Soviet untuk bertempur membantu ALRI melawan Belanda di Irian Barat.
![]() |
Kapal selam Whsikey class ALRI |
"Pada tahun 1962, di puncak krisis, Uni Soviet menawarkan bantuan militer langsung namun terselubung kepada mitra strategis barunya.
Membentuk Brigade Kapal Selam Independen ke-50. Brigade tersebut kemudian dikerahkan kembali ke Bitung (Sulawesi Utara), untuk mendukung operasi Indonesia di Irian Barat," jelasnya.
Operasi Jayawijaya urung dilaksanakan karena pemerintah Belanda menerima surat dari Presiden AS John F Kennedy
agar menyerahkan Irian Barat ke Indonesia melalui PBB.*
Posting Komentar untuk "Brigade Kapal Selam ke-50, Satuan Tempur Uni Soviet di Operasi Jayawijaya Bantu ALRI Gempur Belanda di Irian Barat"