AS Disinyalir Bebaskan Tiga Negara Asia Termasuk Indonesia dari CAATSA Bila Beli Su-35
TIMEMOMENTS.COM - Sampai detik ini kontrak pembelian Su-35 Indonesia masih aktif.
Tak ada pemberitahuan resmi ke Rusia bahwa Indonesia membatalkan pembelian 11 unit Su-35.
Dengan demikian kontrak pembelian Su-35 bisa dilanjutkan kapan saja oleh Indonesia.
Sebelum memutuskan membeli Rafale, Indonesia lebih dulu deal dengan Su-35.
"Melihat hal ini (CAATSA), Indonesia membatalkan kerja sama pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia karena tidak ingin ambil risiko.
Meskipun Amerika Serikat telah memberitahu kami bahwa Indonesia dan dua negara Asia lainnya dijamin bebas dari sanksi meskipun membeli perlatan militer dari Rusia.
AS menganggap tiga negara Asia yaitu India, Vietnam dan Indonesia sebagai sekitu strategis Amerika Serikat di Asia.
Namun meskipun ada jaminan bebas CAATSA Indonesia tidak ingin terlalu percaya diri karena geopolitik Amerika Serikat kadang -kadang beruba sehingga Indonesia memilih untuk berhati-hati," jelas jurnal Universitas Padjajaran berjudul 'Analysis of the Indonesian government's decision to buy Rafale Dassault Aircraft from France' Vol.9 No. 1, Januari 2024.
Apakah Su-35 bakal dilanjut atau tidak? mengingat Indonesia mengadopsi 66 unit Rafale kemungkinan ini kecil sekali berlanjut.*
Tak ada pemberitahuan resmi ke Rusia bahwa Indonesia membatalkan pembelian 11 unit Su-35.
Dengan demikian kontrak pembelian Su-35 bisa dilanjutkan kapan saja oleh Indonesia.
Sebelum memutuskan membeli Rafale, Indonesia lebih dulu deal dengan Su-35.
Baca Juga : Teknologi Su-35 Sudah Ketinggalan Zaman, Indonesia Disarankan Langsung Beli Su-57
Skema pembayaran Su-35 menggunakan imbal dagang lebih disukai oleh kedua negara.
Su-35 dibeli awalnya untuk menggantikan F-5 Tiger II yang telah dipensiunkan.
Sebelum pensiun, F-5 Tiger II sudah berdinas selama 30 tahun lebih.
F-5 sebetulnya masih mampu terbang namun dari segi teknologi ketinggalan zaman.
Pembelian Su-35 menjadi solusi awal untuk meningkatkan pertahanan udara Indonesia sekaligus upgrade teknologi dari si Macan.
Su-35 sebelumnya sudah dipakai oleh AU China, PLAAF sebagai unsur superioritas udara negaranya.
Ia ditempatkan di Komando Teater Selatan yang bertanggung jawab atas keamanan China atas ancaman yang datang dari arah Indo Pasifik.
Meski demikian, PLAAF tak begitu mengandalkan Su-35 saat ini.
Menurut mereka teknologi Su-35 semakin ketinggalan tak bisa mengikuti perkembangan zaman.
Sebab PLAAF sudah mengoperasikan J-20 dimana teknologinya di atas Su-35.
Diduga China membeli Su-35 hanya ingin mendapat transfer teknologi mesin Saturn AL-31F 117S untuk mentenagai J-20.
"Ketertarikan China pada Su-35 secara luas diyakini dipengaruhi oleh kebutuhan transfer teknologi dari Rusia terutama teknologi yang berkaitan dengan mesin vektor dorong tiga dimensi alih-alih karena kebutuhan akan pesawat itu sendiri," ungkap Military Watch Magazine.
Karena dianggap kurang dari segi teknologi, China membuat upgrade Su-35 yakni J-11D.
J-11D merupakan manifesti badan jet tempur Rusia tapi teknologi China.
Selain itu PLAAF meminta Su-35 asli diupgrade kemampuannya.
"Meskipun Su-35 merupakan pesawat tempur yang tangguh, pada tahun 2020 kemampuannya masih jauh tertinggal dibandingkan pesawat domestik China di banyak bidang utama.
Selama dekade mendatang, pesawat ini akan semakin dianggap sebagai pesawat kelas bawah armada China terutama dalam hal sensor dan persenjataannya, yang memberikan insentif kuat bagi PLA untuk meningkatkan kemampuan pesawatnya di dalam negeri," jelasnya.
Setidaknya PLAAF akan memasang rudal PL-15 yag sebanding dengan AIM-120C buatan AS.
Kemudian memasang rudal jarak jauh PL-21 yang mempunyai jangkauan 500 km.
Setelahnya mengganti radar Irbis E Su-35 dengan radar AESA Type 1475 buatan dalam negeri China.
AESA Type 1475 merupakan radar yang dipakai oleh J-20.
Segala upgrade tersebut dilakukan agar Su-35 terkoneksi dengan baik ke unsur udara PLAAF lainnya.
Sementara itu selain China, baru-baru ini Aljazair memantapkan niatnya membeli Su-35.
Rusia mati-matian memasarkan Su-35 karena calon pembeli ketakutan kena sanksi Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) dari AS.
AS bakal menjatuhkan CAATSA bagi negara di dunia yang bertransaksi senjata dengan Rusia.
Tetapi AS bisa membuat pengecualian bila ada kepentingan tersendiri kenapa sebuah negara perlu mendatangkan senjata dari Rusia.
Semisal India, sistem persenjataan mereka banyak dari Rusia tetapi digunakan melawan China yang juga tengah dibidik oleh AS.
Washington mengizinkan India membeli dari Rusia karena kepentingan mereka ikut di sana.
Ada dua negara lagi yang disinyalir mendapat perlakuan serupa yakni Vietnam dan Indonesia.
Skema pembayaran Su-35 menggunakan imbal dagang lebih disukai oleh kedua negara.
Su-35 dibeli awalnya untuk menggantikan F-5 Tiger II yang telah dipensiunkan.
Sebelum pensiun, F-5 Tiger II sudah berdinas selama 30 tahun lebih.
F-5 sebetulnya masih mampu terbang namun dari segi teknologi ketinggalan zaman.
Pembelian Su-35 menjadi solusi awal untuk meningkatkan pertahanan udara Indonesia sekaligus upgrade teknologi dari si Macan.
Su-35 sebelumnya sudah dipakai oleh AU China, PLAAF sebagai unsur superioritas udara negaranya.
Ia ditempatkan di Komando Teater Selatan yang bertanggung jawab atas keamanan China atas ancaman yang datang dari arah Indo Pasifik.
Meski demikian, PLAAF tak begitu mengandalkan Su-35 saat ini.
Menurut mereka teknologi Su-35 semakin ketinggalan tak bisa mengikuti perkembangan zaman.
Sebab PLAAF sudah mengoperasikan J-20 dimana teknologinya di atas Su-35.
Diduga China membeli Su-35 hanya ingin mendapat transfer teknologi mesin Saturn AL-31F 117S untuk mentenagai J-20.
"Ketertarikan China pada Su-35 secara luas diyakini dipengaruhi oleh kebutuhan transfer teknologi dari Rusia terutama teknologi yang berkaitan dengan mesin vektor dorong tiga dimensi alih-alih karena kebutuhan akan pesawat itu sendiri," ungkap Military Watch Magazine.
Karena dianggap kurang dari segi teknologi, China membuat upgrade Su-35 yakni J-11D.
J-11D merupakan manifesti badan jet tempur Rusia tapi teknologi China.
Selain itu PLAAF meminta Su-35 asli diupgrade kemampuannya.
"Meskipun Su-35 merupakan pesawat tempur yang tangguh, pada tahun 2020 kemampuannya masih jauh tertinggal dibandingkan pesawat domestik China di banyak bidang utama.
Selama dekade mendatang, pesawat ini akan semakin dianggap sebagai pesawat kelas bawah armada China terutama dalam hal sensor dan persenjataannya, yang memberikan insentif kuat bagi PLA untuk meningkatkan kemampuan pesawatnya di dalam negeri," jelasnya.
Setidaknya PLAAF akan memasang rudal PL-15 yag sebanding dengan AIM-120C buatan AS.
Kemudian memasang rudal jarak jauh PL-21 yang mempunyai jangkauan 500 km.
Setelahnya mengganti radar Irbis E Su-35 dengan radar AESA Type 1475 buatan dalam negeri China.
AESA Type 1475 merupakan radar yang dipakai oleh J-20.
Segala upgrade tersebut dilakukan agar Su-35 terkoneksi dengan baik ke unsur udara PLAAF lainnya.
Sementara itu selain China, baru-baru ini Aljazair memantapkan niatnya membeli Su-35.
Rusia mati-matian memasarkan Su-35 karena calon pembeli ketakutan kena sanksi Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) dari AS.
AS bakal menjatuhkan CAATSA bagi negara di dunia yang bertransaksi senjata dengan Rusia.
Tetapi AS bisa membuat pengecualian bila ada kepentingan tersendiri kenapa sebuah negara perlu mendatangkan senjata dari Rusia.
Semisal India, sistem persenjataan mereka banyak dari Rusia tetapi digunakan melawan China yang juga tengah dibidik oleh AS.
Washington mengizinkan India membeli dari Rusia karena kepentingan mereka ikut di sana.
Ada dua negara lagi yang disinyalir mendapat perlakuan serupa yakni Vietnam dan Indonesia.
![]() |
Vietnam ditawari Rusia Su-35 |
"Melihat hal ini (CAATSA), Indonesia membatalkan kerja sama pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia karena tidak ingin ambil risiko.
Meskipun Amerika Serikat telah memberitahu kami bahwa Indonesia dan dua negara Asia lainnya dijamin bebas dari sanksi meskipun membeli perlatan militer dari Rusia.
AS menganggap tiga negara Asia yaitu India, Vietnam dan Indonesia sebagai sekitu strategis Amerika Serikat di Asia.
Namun meskipun ada jaminan bebas CAATSA Indonesia tidak ingin terlalu percaya diri karena geopolitik Amerika Serikat kadang -kadang beruba sehingga Indonesia memilih untuk berhati-hati," jelas jurnal Universitas Padjajaran berjudul 'Analysis of the Indonesian government's decision to buy Rafale Dassault Aircraft from France' Vol.9 No. 1, Januari 2024.
Apakah Su-35 bakal dilanjut atau tidak? mengingat Indonesia mengadopsi 66 unit Rafale kemungkinan ini kecil sekali berlanjut.*
Posting Komentar untuk "AS Disinyalir Bebaskan Tiga Negara Asia Termasuk Indonesia dari CAATSA Bila Beli Su-35"