KRI Brawijaya 320 Dituduh Jadi Pertanda Indonesia Beralih ke Blue Water Navy Karena Ada yang Mau Dilindungi
![]() |
KRI Brawijaya 320 Dituduh Jadi Pertanda Indonesia Beralih ke Blue Water Navy Karena Ada yang Mau Dilindungi (TNI AL) |
TIMEMOMENTS.COM- TNI AL Indonesia yang selama ini menganut Green Water Navy menjadi sorotan kala memutuskan membeli kapal PPA buatan Fincantieri Italia, KRI Brawijaya 320.
Pasalnya, KRI Brawijaya 320 yang baru memasuki perairan Indonesia menjadikan TNI AL sebagai pemilik kapal perang terbesar dan tercanggih di Asia Tenggara, alias ASEAN.
KRI Brawijaya 320 tercatat memiliki panjang 143 M dan kecepatan maksimal 32 knot.
Kapal yang dapat menampung 171 awak ini merupakan kapal fregat yang memiliki kemampuan Peperangan Anti Udara atau Anti Air Warfare (AAW) dengan desain yang menitikberatkan fleksibilitas, modularitas dan skalabilitas desain kapal.
Kemampuan itu memungkinkan kapal dikonfigurasi untuk memenuhi persyaratan teknis dan peran operasional untuk Angkatan Laut modern.
Selain itu, KRI Brawijaya-320 juga dilengkapi sistem navigasi modern dan Combat System terintegrasi untuk kontrol mencakup Combat Management System (CMS), sensor, senjata, komunikasi dan navigasi sistem yang terhubung melalui jaringan kecepatan data tinggi.
Pembelian armada besar macam KRI Brawijaya 320 bukan tanpa alasan, meskipun Indonesia bukan penganut Blue Water Navy namun TNI AL rupanya tak rela jika membuat rakyat sengsara.
Dikutip Timemoments.com dari Antara edisi 10 September 2024, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KASAL) Laksamana TNI Muhammad Ali dalam acara peringatan HUT Ke-79 TNI AL di Jakarta, Selasa (10/9/2024) menguak alasan TNI AL membeli kapal besar.
KASAL menyatakan bahwa TNI AL ke depan harus berproyeksi global dan mampu beroperasi, termasuk bertempur di luar wilayah perairan Indonesia (outward-looking).
Kemampuan itu membutuhkan kapal-kapal yang mampu mengarungi samudera lepas sehingga kapal-kapal yang dibutuhkan TNI AL ke depan, utamanya kapal-kapal berukuran besar.
"Dari dulu, Angkatan Laut harus outward-looking karena kita harus bisa bertempur di luar wilayah perairan Indonesia.
Sebisa mungkin, jangan sampai menyengsarakan rakyat.
Kita tahan musuh itu di garis depan. Jangan sampai masuk ke wilayah kita.
Itu cita-cita kita," kata Laksamana Ali.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa TNI AL membutuhkan kapal-kapal yang mampu menjadi tempat pendaratan helikopter (LHD).
Puspen TNI dalam rilis resmi pada 8 Desember 2005 menyebut Indonesia selama ini punya pertimbangan sendiri untuk menganut Green Water Navy.
"Kalau dipelajari tentang geografi Indonesia termasuk cirri-cirinya dan lautnya yang terbuka, setengah terbuka dan tertutup, kemudian dikaitkan dengan posisi strategis maka sudah sepantasnya, Indonesia mempunyai kekuatan Angkatan Laut Kelas Green Water Navy untuk mengamankan dan menangkal setiap ancaman terhadap keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia", kata Kasal Indonesia saat itu Laksamana TNI Slamet Soebijanto seperti dikutip Timemoments.com.
Meski tak sebesar Blue Water Navy, Indonesia dengan TNI AL sebagai pelaksannya menitikberatkan operasi tempur di perbatasan negara.
Blue Water Navy adalah kelas Angkatan Laut di dunia yang paling besar, dibanding Brown Water Navy, Green Water Navy.
Green Water Navy yang dianut Indonesia dimana TNI AL pelaksananya merupakan tingkat kekuatan yang berada di atas Brown Water Navy tetapi berada di bawah Blue Water Navy.
Brown Water Navy adalah kekuatan Angkatan Laut yang biasanya dimiliki oleh negara-negara kecil yang jangkauannya yang tidak begitu luas.
Kemudian Green Water Navy adalah kekuatan Angkatan Laut yang mempunyai kemampuan menangkal agresi, menghancurkan agresi sekaligus mampu memberikan dukungan kepada pemerintah di dalam melaksanakan politik luar negerinya.
Sementara Blue Water Navy biasanya kekuatan Angkatan Laut negara-negara yang kuat, sifatnya lebih ofensif karena berupaya mempertahankan kepentingannya dimana saja tidak di wilayah negara itu sendiri.
Meski Indonesia sudah menganut Green Water Navy, tapi mantan anggota staf di Sekretariat Mekanisme Dialog dan Kerja Sama Tingkat Tinggi Indonesia–Tiongkok, Alfin Febrian dan Dosen Hubungan Internasional Universitas Airlangga Probo Darono mengungkap kenapa TNI AL Indonesia harus menjadi Blue Water Navy.
Dilansir Timemoments.com dari artikel terbitan East Asia Forum pada 27 November 2024, menurut mereka Indonesia juga terpengaruh oleh perilaku Tiongkok yang semakin agresif.
"Angkatan Laut Indonesia tergolong angkatan laut Green Water Navy, dengan kemampuan terbatas bahkan untuk mengamankan zona ekonomi eksklusifnya dan mengatasi ancaman skala kecil seperti penangkapan ikan ilegal," tulis keduanya.
"Indonesia berambisi untuk mengubah angkatan lautnya menjadi angkatan laut Blue Water Navy yang mampu memproyeksikan kekuatan di luar wilayah maritimnya.
Landasan bagi modernisasi angkatan laut Indonesia diletakkan selama pemerintahan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menteri pertahanan saat itu Purnomo Yusgiantoro mengartikulasikan Kekuatan Pokok Minimum sebagai target militer Indonesia pada tahun 2024.
Ambisi Indonesia bahkan lebih luas untuk tahun 2045, membayangkan angkatan laut yang mampu memproyeksikan pengaruh secara regional dan global," tulis artikel berjudul Why Indonesia Needs a Blue-water Navy itu.
Rupanya ada alasan kuat yang mendasari kenapa Indonesia butuh menjadi Blue Water Navy.
"Blue Water Navy akan memungkinkan Indonesia untuk memainkan peran yang lebih signifikan dalam menjaga stabilitas geopolitik di Indo-Pasifik.
Hal ini akan meningkatkan kapasitas Indonesia untuk mencegah ancaman eksternal dan mengamankan jalur laut yang penting, termasuk Selat Malaka dan Laut Natuna Utara.
Kekuatan angkatan laut yang kuat ini akan meningkatkan pengaruh diplomatik Indonesia di Indo-Pasifik, memperkuat statusnya sebagai kekuatan menengah regional yang tidak berpihak," lanjut East Asia Forum dalam artikelnya.
Namun tak semudah membalikkan telapak tangan, untuk menjadikan TNI AL sebagai Blue Water Navy, Indonesia punya tantangannya tersendiri.
"Mewujudkan visi Blue Water Navy merupakan tujuan jangka panjang yang menuntut komitmen signifikan di berbagai sektor.
Indonesia harus memprioritaskan peningkatan anggaran pertahanan, investasi dalam industri teknologi maritim, dan pengembangan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung perluasan operasi angkatan laut.
Meskipun jalannya penuh tantangan, Blue Water Navy akan meningkatkan posisi strategis Indonesia dan berkontribusi pada stabilitas yang lebih baik di Indo-Pasifik," tutup artikel tersebut.
Kini, kedatangan KRI Brawijaya 320 rupanya menjadi sorotan tak cuma di dalam negeri, bahkan sampai ke Malaysia.
Dikutip Timemoments.com dari Defence Security Asia edisi 6 September 2025, Kedatangan KRI Brawijaya-320, kapal tempur multiperan PPA pertama Indonesia, disebut media Malaysia itu menandai lompatan strategis dalam modernisasi angkatan laut Jakarta dan keseimbangan kekuatan maritim di Asia Tenggara.
"Langkah ini (akuisisi kapal PPA Italia Red-) menandakan tekad Indonesia untuk beralih dari 'Brown Water Navy' menjadi 'Blue Water Navy' yang mampu melindungi jalur komunikasi laut (SLOC) penting yang merupakan urat nadi perekonomiannya.
Bagi Jakarta, pemilikan kapal ini hadir pada waktu yang strategik.
Sikap agresif China di Laut Cina Selatan dan meningkatnya serangan di sekitar Kepulauan Natuna telah memberikan tekanan mendesak kepada Indonesia untuk memiliki kapal perang dengan pertahanan udara canggih, anti-kapal selam, dan kemampuan serangan jarak jauh.
Selain dengan Tiongkok, Indonesia juga perlu mempertahankan perbatasan lautnya di Blok Ambalat, yang telah lama menjadi titik api dengan Malaysia dan telah menyaksikan konfrontasi laut, yang menjadikan keberadaan kapal PPA sebagai faktor pencegah terhadap aktor negara dan non-negara.
Kapal utama, KRI Brawijaya-320, sebelumnya dikenal sebagai Marcantonio Colonna (P433), menjadi tulang punggung perjanjian ini dan meningkatkan Angkatan Laut Indonesia dalam hal daya tembak, jangkauan operasi, dan kecanggihan sistem tempur," terang media Malaysia itu.
***
Posting Komentar untuk "KRI Brawijaya 320 Dituduh Jadi Pertanda Indonesia Beralih ke Blue Water Navy Karena Ada yang Mau Dilindungi"