Perwira USAF Sesumbar Indonesia Punya Kemampuan Melawan Tapi Berisiko Menghadapi Militer China
![]() | |
| Perwira USAF yakini Indonesia punya kemampuan melawan namun beresiko langsung berhadapan dengan militer China |
Satu kesamaan yang terlihat Australia dan Indonesia ingin kawasan Indo Pasifik yang stabil.
Stabil tanpa ada konflik bersenjata yang mengganggu berputarnya roda perekonomian Indonesia dan Australia.
Masalahnya China terlalu agresif di Indo Pasifik.
Baca Juga : F-16 Indonesia Segera Hadapi Lambang Supremasi Udara AS F-15 Strike Eagle di Cope West 2025
Derap klaim Nine Dash Line membuat mereka enggan menanggapi keluhan negara terdampak.
Peta tua peninggalan Dinasti Ming jadi rujukkan bahwa 'China Raya' harus diwujudkan di masa kini.
Klaim ngawur Nine Dash Line berakibat fatal bagi perdamaian.
Indonesia, Australia, Filipina, Vietnam hingga Thailand yang tak punya kepentingan di sana memperkuat militernya.
Ditambah hadirnya AS dimana hegemoni mereka yang sudah ada sejak 1946 di Indo Pasifik terusik kebangkitan China.
Kali ini lawan yang dihadapi AS lebih kompeten dibanding Uni Soviet.
China memiliki industri pertahanan lebih besar, terorganisir, dan canggih dibanding Soviet.
Sehingga menciptakan alutsista canggih amat mudah baginya.
"Untuk pertama kalinya sejak runtuhnya Uni Soviet, Amerika Serikat menghadapi musuh potensial yang setara, yaitu China," jelas Air and Space Forces pada 20 Juni 2025.
Hal ini disebabkan pasca berakhirnya Perang Dingin, AS mengamputasi sebagian besar kemampuan industri militernya secara masif.
Sengaja hal ini dilakukan untuk menghemat anggaran guna dialihkan ke sektor lain.
Masalahnya para analis pertahanan AS tak memperkirakan kebangkitan China.
"Namun, justru di saat negara ini sangat membutuhkan pasukan pencegah yang siap, cakap, dan tangguh, Angkatan Udaranya justru berada dalam krisis.
Kapasitas dan kesiapannya yang semakin menurun melemahkan kemampuannya untuk mencegah atau mengalahkan agresi pesaing," jelasnya.
Misalnya pada Perang Dingin, dalam setahun pilot tempur USAF mampu melahap 200 jam terbang.
Berarti setiap seminggu sekali minimal pilot menerbangkan jet tempur terus menerus.
Saat ini pilot tempur AS tidak bisa melakukan hal demikian.
Sebaliknya, pilot China mudah sekali mendapatkan 200 jam terbang dalam setahun.
"Pada tahun 1987, awak pesawat Angkatan Udara AS mendominasi, sebagian besar karena pelatihan. Pilot pesawat tempur rata-rata memiliki lebih dari 200 jam terbang per tahun, kru pesawat pengebom menerbangkan setidaknya satu sortie delapan jam per minggu, dan kru ISR juga terlatih dengan baik sementara pilot Soviet kesulitan mendapatkan 120 jam per tahun.
Saat ini, pilot pesawat tempur China mendapatkan 200 jam per tahun, sementara pilot pesawat tempur AU AS hanya mendapatkan sekitar 120 jam," jelasnya.
Peta tua peninggalan Dinasti Ming jadi rujukkan bahwa 'China Raya' harus diwujudkan di masa kini.
Klaim ngawur Nine Dash Line berakibat fatal bagi perdamaian.
Indonesia, Australia, Filipina, Vietnam hingga Thailand yang tak punya kepentingan di sana memperkuat militernya.
Ditambah hadirnya AS dimana hegemoni mereka yang sudah ada sejak 1946 di Indo Pasifik terusik kebangkitan China.
Kali ini lawan yang dihadapi AS lebih kompeten dibanding Uni Soviet.
China memiliki industri pertahanan lebih besar, terorganisir, dan canggih dibanding Soviet.
Sehingga menciptakan alutsista canggih amat mudah baginya.
"Untuk pertama kalinya sejak runtuhnya Uni Soviet, Amerika Serikat menghadapi musuh potensial yang setara, yaitu China," jelas Air and Space Forces pada 20 Juni 2025.
Hal ini disebabkan pasca berakhirnya Perang Dingin, AS mengamputasi sebagian besar kemampuan industri militernya secara masif.
Sengaja hal ini dilakukan untuk menghemat anggaran guna dialihkan ke sektor lain.
Masalahnya para analis pertahanan AS tak memperkirakan kebangkitan China.
"Namun, justru di saat negara ini sangat membutuhkan pasukan pencegah yang siap, cakap, dan tangguh, Angkatan Udaranya justru berada dalam krisis.
Kapasitas dan kesiapannya yang semakin menurun melemahkan kemampuannya untuk mencegah atau mengalahkan agresi pesaing," jelasnya.
Misalnya pada Perang Dingin, dalam setahun pilot tempur USAF mampu melahap 200 jam terbang.
Berarti setiap seminggu sekali minimal pilot menerbangkan jet tempur terus menerus.
Saat ini pilot tempur AS tidak bisa melakukan hal demikian.
Sebaliknya, pilot China mudah sekali mendapatkan 200 jam terbang dalam setahun.
"Pada tahun 1987, awak pesawat Angkatan Udara AS mendominasi, sebagian besar karena pelatihan. Pilot pesawat tempur rata-rata memiliki lebih dari 200 jam terbang per tahun, kru pesawat pengebom menerbangkan setidaknya satu sortie delapan jam per minggu, dan kru ISR juga terlatih dengan baik sementara pilot Soviet kesulitan mendapatkan 120 jam per tahun.
Saat ini, pilot pesawat tempur China mendapatkan 200 jam per tahun, sementara pilot pesawat tempur AU AS hanya mendapatkan sekitar 120 jam," jelasnya.
Lantas apakah USAF akan membiarkan hal ini begitu saja?
Tidak, seakan sekali dayung dua pulau terlewati, secara bertahap mereka meningkatkan lagi jam terbang pilot sekaligus mengirimnya ke luar negeri guna latihan bersama negara Sekutu.
Misalnya dalam latihan bersama Cope West 2025 antara Indonesia dan USAF di Pekanbaru baru-baru ini.
Tidak, seakan sekali dayung dua pulau terlewati, secara bertahap mereka meningkatkan lagi jam terbang pilot sekaligus mengirimnya ke luar negeri guna latihan bersama negara Sekutu.
Misalnya dalam latihan bersama Cope West 2025 antara Indonesia dan USAF di Pekanbaru baru-baru ini.
USAF mengirim Skadron 336 yang berisi F-15E Strike Eagle.
USAF menilai stabilitas Indo Pasifik adalah hal utama yang harus dilakukan sekarang.
"Kami sangat menghargai keramahan Lanud Roesmin Nurjadin sebagai tuan rumah, serta sinergi luar biasa dari Skadron Udara 3 dan Skadron Udara 16 selama latihan ini.
Pada akhirnya, hubunganlah yang memenangkan perang bukan sekadar perangkat keras atau perlengkapan militer," ujar Komandan Skadron 336 USAF Mayor Mark Hensen dikutip dari tni-au.mil.id pada 15 September 2025.
Selain itu USAF menyebar kekuatan udaranya ke beberapa negara.
USAF ada di Jepang, Australia, Korea Selatan dan nantinya Filipina.
Penempatan unsur tempur di berbagai negara tersebut membuat USAF didekatkan ke medan konflik Indo Pasifik melawan China.
Selain itu AS terus memperkuat hubungan dengan negara sahabat.
Menurut Perwira USAF yakni Mayor Andrew M. Campbell dalam penelitiannya di Air University berjudul 'Contending with a Rising China: A Comparative Study of Middle-Power Strategies in the Indo-Pacific' pada 6 Februari 2023 ia berpendapat bahwa hanya Australia dan Indonesia yang berani melawan pengaruh China.
"Australia dan Indonesia menunjukkan kemampuan untuk melawan pengaruh China, sementara Filipina tidak," ungkap Andrew.
Namun Indonesia berbeda dengan Australa dalam melawan pengaruh China.
Australia menggunakan kapabilitas militernya untuk melawan China.
Sementara Filipina dan Indonesia melakukan pendekatan diplomasi dan belum terang-terangan mengerahkan kekuatan tempur menghadapi China.
Sehingga risiko Indonesia berhadapan dengan militer China cukup besar.
"Keberhasilan Australia bersumber dari kapabilitas militer yang efektif, hubungan keamanan yang kuat dengan Amerika Serikat, dan penggunaan penyeimbangan kelembagaan yang proaktif.
Aspek-aspek ini memungkinkan Australia untuk lebih kritis terhadap tindakan China dengan risiko respons China yang terbukti lebih rendah.
Filipina dan Indonesia telah menahan diri untuk tidak mengadopsi kebijakan ini dalam dekade terakhir dan dengan demikian telah menempatkan diri mereka pada risiko militer yang lebih besar," jelasnya.
Apa pun itu jelas Indonesia tak menginginkan adanya konflik bersenjata melawan China.*
USAF menilai stabilitas Indo Pasifik adalah hal utama yang harus dilakukan sekarang.
"Kami sangat menghargai keramahan Lanud Roesmin Nurjadin sebagai tuan rumah, serta sinergi luar biasa dari Skadron Udara 3 dan Skadron Udara 16 selama latihan ini.
Pada akhirnya, hubunganlah yang memenangkan perang bukan sekadar perangkat keras atau perlengkapan militer," ujar Komandan Skadron 336 USAF Mayor Mark Hensen dikutip dari tni-au.mil.id pada 15 September 2025.
Selain itu USAF menyebar kekuatan udaranya ke beberapa negara.
USAF ada di Jepang, Australia, Korea Selatan dan nantinya Filipina.
Penempatan unsur tempur di berbagai negara tersebut membuat USAF didekatkan ke medan konflik Indo Pasifik melawan China.
Selain itu AS terus memperkuat hubungan dengan negara sahabat.
Menurut Perwira USAF yakni Mayor Andrew M. Campbell dalam penelitiannya di Air University berjudul 'Contending with a Rising China: A Comparative Study of Middle-Power Strategies in the Indo-Pacific' pada 6 Februari 2023 ia berpendapat bahwa hanya Australia dan Indonesia yang berani melawan pengaruh China.
"Australia dan Indonesia menunjukkan kemampuan untuk melawan pengaruh China, sementara Filipina tidak," ungkap Andrew.
Namun Indonesia berbeda dengan Australa dalam melawan pengaruh China.
Australia menggunakan kapabilitas militernya untuk melawan China.
Sementara Filipina dan Indonesia melakukan pendekatan diplomasi dan belum terang-terangan mengerahkan kekuatan tempur menghadapi China.
Sehingga risiko Indonesia berhadapan dengan militer China cukup besar.
"Keberhasilan Australia bersumber dari kapabilitas militer yang efektif, hubungan keamanan yang kuat dengan Amerika Serikat, dan penggunaan penyeimbangan kelembagaan yang proaktif.
Aspek-aspek ini memungkinkan Australia untuk lebih kritis terhadap tindakan China dengan risiko respons China yang terbukti lebih rendah.
Filipina dan Indonesia telah menahan diri untuk tidak mengadopsi kebijakan ini dalam dekade terakhir dan dengan demikian telah menempatkan diri mereka pada risiko militer yang lebih besar," jelasnya.
Apa pun itu jelas Indonesia tak menginginkan adanya konflik bersenjata melawan China.*

Posting Komentar untuk " Perwira USAF Sesumbar Indonesia Punya Kemampuan Melawan Tapi Berisiko Menghadapi Militer China"