Interoperabilitas Operasi Tempur Gabungan Militer Indonesia Gempur Musuh dari Laut dan Udara
![]() |
Interoperabilitas AL dan AU (foto : Skadron Udara 11) |
Supaya dalam operasi tempur militer Indonesia bisa bekerja sama menyerang musuh secara simultan.
Tanpa adanya kerja sama yang jelas, obyektivitas misi sulit tercapai.
Misal hendak menyerang baterai pertahanan udara lawan, unsur pesawat tempur, AWACS dan radar kawan di darat harus saling bertukar informasi.
Baca Juga : Militer Indonesia Disebut Kekuatan Regional yang Memikul Tanggung Jawab Besar di ASEAN
Terlebih juga mengerahkan pasukan darat, mereka bisa memberikan koordinat dimana posisi lawan berada.
Setelah itu menghubungi unsur udara atau laut untuk menembak lawan dikoordinat yang sudha diberikan.
Taktik semacam ini sudah ada sejak Perang Dunia II.
US Army atau USMC melakukan kontak dengan kapal perang US Navy untuk menembak musuh dengan meriam laut.
"Usai mensimulasikan BTU dan SUL, pesawat tempur F-16 TNI AU dengan callsign Rydder berperan sebagai pesawat udara musuh yang siap menembakan rudal anti kapal permukaan.
Alarm peringatan bahaya serangan udara terdengar dari seluruh unsur Kogasgabfib setelah mendapatkan informasi kontak udara tidak dikenal dari radar KRI Bung Tomo-357," jelasnya.
Hal-hal seperti ini kedepan mesti terus dilatih karena interoperabilitas sangat penting.
Diharapkan ketiga matra TNI mampu bekerja sama menggempur lawan dengan mengedepankan interoperabilitas.***
Terlebih juga mengerahkan pasukan darat, mereka bisa memberikan koordinat dimana posisi lawan berada.
Setelah itu menghubungi unsur udara atau laut untuk menembak lawan dikoordinat yang sudha diberikan.
Taktik semacam ini sudah ada sejak Perang Dunia II.
US Army atau USMC melakukan kontak dengan kapal perang US Navy untuk menembak musuh dengan meriam laut.
Kemudian melakukan kontak dengan pesawat tempur mendapat dukungan tembakan Close Air Support.
Secara umum, taktiknya terus seperti ini sampai sekarang.
Bedanya saat ini sudah ditunjang dengan berbagai teknologi mutakhir.
Yang turun ke garis depan tak harus prajurit, mengintai dimana letak posisi lawan.
Bisa menggunakan drone intai lalu mengirimkan koordinat ke kapal perang.
Kapal perang juga tak menggunakan meriam laut lagi melainkan rudal jelajah serang darat untuk menggempur posisi lawan.
Bedanya saat ini sudah ditunjang dengan berbagai teknologi mutakhir.
Yang turun ke garis depan tak harus prajurit, mengintai dimana letak posisi lawan.
Bisa menggunakan drone intai lalu mengirimkan koordinat ke kapal perang.
Kapal perang juga tak menggunakan meriam laut lagi melainkan rudal jelajah serang darat untuk menggempur posisi lawan.
Militer Indonesia mempraktekkan hal seperti di atas meski belum memakai rudal jelajah serang darat tapi doktrin ke sana sudah ada.
Interoperabilitas AU dan AL
Saat ini bisa dibilang Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) memperkuat matra darat dan laut.
Pembelian Rafale, Korvet PPA, Fregat Merah Putih, Scorpene Evolved dan Istif class menandai hal ini.
Belum lagi pembelian berbagai jenis rudal dan Indonesia berusaha mendapatkan rudal jelajah.
Pada 12 April 2021 lalu, interoperabilitas AS dan AU sudah dipraktekkan.
TNI AU mengerahkan F-16 untuk mendukung pendaratan amfibi di perairan Selat Gelasa, Bangka Belitung yang dilakukan Korps Marinir TNI AL.
"Kehadiran pesawat tempur TNI AU F-16 Fighting Falcon ditengah formasi unsur-unsur Kogasgabfib menjadikan latihan operasi pendaratan amfibi mendekati Ril," beber Majalah Koarmada I edisi April-Juni 2021 dalam artikelnya berjudul 'Interoperability TNI AL dan TNI AU Hancurkan Armada Laut Lawan'
Para personel yang terlibat saling berkomunikasi yakni kapal perang TNI AL dan F-16.
Sesudah diberikan informasi dari KRI mengenai jenis, posisi serta ancaman dari lawan, F-16 TNI AU segera mengeksekusi sasaran.
"TNI AL dan TNI AU established komunikasi terjalin antara KRI dan pesawat tempur TNI AU.
Interoperabilitas AU dan AL
Saat ini bisa dibilang Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) memperkuat matra darat dan laut.
Pembelian Rafale, Korvet PPA, Fregat Merah Putih, Scorpene Evolved dan Istif class menandai hal ini.
Belum lagi pembelian berbagai jenis rudal dan Indonesia berusaha mendapatkan rudal jelajah.
Pada 12 April 2021 lalu, interoperabilitas AS dan AU sudah dipraktekkan.
TNI AU mengerahkan F-16 untuk mendukung pendaratan amfibi di perairan Selat Gelasa, Bangka Belitung yang dilakukan Korps Marinir TNI AL.
"Kehadiran pesawat tempur TNI AU F-16 Fighting Falcon ditengah formasi unsur-unsur Kogasgabfib menjadikan latihan operasi pendaratan amfibi mendekati Ril," beber Majalah Koarmada I edisi April-Juni 2021 dalam artikelnya berjudul 'Interoperability TNI AL dan TNI AU Hancurkan Armada Laut Lawan'
Para personel yang terlibat saling berkomunikasi yakni kapal perang TNI AL dan F-16.
Sesudah diberikan informasi dari KRI mengenai jenis, posisi serta ancaman dari lawan, F-16 TNI AU segera mengeksekusi sasaran.
"TNI AL dan TNI AU established komunikasi terjalin antara KRI dan pesawat tempur TNI AU.
Diawali dengan serial Air Joining Procedure (AJP) untuk mengidentifikasi pesawat kawan atau lawan. Unsur-unsur F-16 TNI AU ini terbang mendekati konvoi untuk memberikan Bantuan Tembakan Udara (BTU) dan Serangan Udara Langsung (SUL) terhadap kekuatan armada laut atau kekuatan udara lawan yang mengancam konvoi Kogasgabfib," jelasnya.
KRI Bung Tomo memberikan informasi ke F-16 hasil dari sapuan radarnya.
Menurut data-data yang didapat, F-16 langsung mendekati konvoi kapal perang untuk menandai bahwa unsur laut ini kawan.
Setelahnya F-16 melaju ke depan karena radar KRI Bung Tomo menangkap sinyal unsur udara tak dikenal.
KRI Bung Tomo memberikan informasi ke F-16 hasil dari sapuan radarnya.
Menurut data-data yang didapat, F-16 langsung mendekati konvoi kapal perang untuk menandai bahwa unsur laut ini kawan.
Setelahnya F-16 melaju ke depan karena radar KRI Bung Tomo menangkap sinyal unsur udara tak dikenal.
"Usai mensimulasikan BTU dan SUL, pesawat tempur F-16 TNI AU dengan callsign Rydder berperan sebagai pesawat udara musuh yang siap menembakan rudal anti kapal permukaan.
Alarm peringatan bahaya serangan udara terdengar dari seluruh unsur Kogasgabfib setelah mendapatkan informasi kontak udara tidak dikenal dari radar KRI Bung Tomo-357," jelasnya.
Hal-hal seperti ini kedepan mesti terus dilatih karena interoperabilitas sangat penting.
Diharapkan ketiga matra TNI mampu bekerja sama menggempur lawan dengan mengedepankan interoperabilitas.***
Posting Komentar untuk "Interoperabilitas Operasi Tempur Gabungan Militer Indonesia Gempur Musuh dari Laut dan Udara"